Jika kita kebetulan lewat di sebuah desa wisata di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, tepatnya adalah Desa Kasongan, akan kita jumpai banyak orang yang menjajakan berbagai jenis patung, yang sebagiannya adalah patung berhala alias sesembahan, semisal Patung Buddha. Jika ditelusuri lebih lanjut, ternyata para penjual tersebut adalah orang Islam. Demikian pula, jika dari Yogyakarta, kita pergi ke arah Magelang melalui Jalan Magelang, niscaya di pinggiran jalan di daerah Muntilan, akan kita jumpai banyak penjual patung–yang tidak sedikit sebagian dari patung tersebut adalah patung sesembahan, semisal Patung Buddha–. Bolehkah orang Islam memperjualbelikan patung?
Jawabannya ternyata kita jumpai langsung dari hadis Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut, Dari Jabir bin Abdillah, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di Mekah, saat penaklukan kota Mekah, “Sesungguhnya, Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi, dan patung.” (HR. Bukhari, no. 2236 dan Muslim, no. 4132)
Hadis ini adalah dalil tegas yang menunjukkan haramnya jual beli patung. Patung–sebagaimana yang kita ketahui bersama–boleh jadi berupa batu yang dipahat, terbuat dari besi, tanah liat, ataupun materi yang lain. Patung itu, boleh jadi, berbentuk manusia, hewan, ataupun bentuk setan (baca: dewa dan dewi) yang ada dalam khayalan para penyembahnya. Seluruhnya adalah patung yang terlarang untuk diperjualbelikan.
Tentang mengapa jual beli patung dilarang, maka jawaban para ulama adalah: karena tidak ada manfaat mubah yang ada di dalamnya. Patung–bisa jadi–dimanfaatkan untuk disembah, dan ini tentu terlarang. Boleh jadi, patung itu sekadar untuk hiasan, dan ini juga manfaat yang terlarang, karena malaikat yang Allah tugasi untuk menebar keberkahan di muka bumi itu tidak akan memasuki tempat yang di dalamnya terdapat patung.
Dari Ubaidillah bin Abdullah, beliau mendengar Ibnu Abbas bercerita bahwa Abu Thalhah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Malaikat penebar keberkahan itu tidak akan memasuki suatu rumah yang di dalamnya ada anjing atau patung.” (HR. Bukhari, no. 3225)
Jika kita memiliki patung dari kayu, maka menjualnya adalah suatu hal yang terlarang, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Namun, pecahan patung kayu tersebut boleh diperjualbelikan karena pecahan patung kayu itu bukanlah patung, dan sama sekali tidak alasan untuk melarang jual beli pecahan patung kayu. Yang termasuk shanam atau berhala adalah salib, yang merupakan simbol agama Nasrani. (Taudhih Al-Ahkam, juz 4, hlm. 254)
Dari Adi bin Hatim–seorang shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mantan Nasrani–, “Aku mendatangi Nabi, sedangkan di leherku terdapat kalung salib yang terbuat dari emas.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Wahai Adi, singkirkan berhala itu dari dirimu.” (HR. Tirmidzi, no. 3378)
Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh memperjualbelikan kalung salib. Dengan menjual kalung salib, berarti dia telah menjual berhala yang dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan, hendaknya seorang muslim meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terkait dengan gambar berbentuk salib, sebagaimana yang terdapat dalam hadis berikut, “Dari Imran bin Hiththan, bahwa sesungguhnya Aisyah bercerita bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu tidak pernah membiarkan satu pun benda yang mengandung gambar salib melainkan gambar salib tersebut akan beliau rusak.” (HR. Bukhari, no. 5952). :
sumber : jpmi.or.id
0 komentar:
Posting Komentar